Tobias Silak ditembak oleh aparat gabungan dalam Operasi
Damai Cartenz di Jalan Sekla, Yahukimo. Insiden ini disebut sebagai salah satu
dari sekian banyak pelanggaran HAM yang terus berulang di Papua tanpa kepastian
hukum.
"Penembakan ini bukan kasus tunggal. Ini mencerminkan
situasi HAM yang jauh lebih buruk di Papua dibandingkan wilayah lain di
Indonesia. Sejak Desember 2018 hingga kini, kekerasan meningkat secara
signifikan, termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan
oleh aparat, serta pembatasan kebebasan berekspresi," ujar Herlina
Sobolim, Koordinator Front Justice.
Herlina menegaskan bahwa keluarga korban dan perwakilan 12
suku di Yahukimo menolak segala bentuk "penyelesaian damai" atau bayar
kepala yang ditawarkan oleh pihak kepolisian. Mereka menuntut proses hukum
yang transparan dan akuntabel.
Komnas HAM Turun Tangan
Kasus penembakan ini sempat mendapat perhatian dari Komnas
HAM RI yang melakukan investigasi pada 24–26 September 2024. Hasil temuan
tersebut baru diumumkan secara terbatas kepada keluarga korban pada 17 Desember
2024, setelah adanya aksi nasional yang dilakukan serentak di Indonesia dan
Papua sehari sebelumnya.
"Tim penyidik Polda Papua telah memeriksa 36 saksi,
termasuk tiga dari pihak keluarga korban, serta menyita sejumlah barang bukti.
Namun, dari empat pelaku yang terlibat, hanya dua orang yang ditetapkan sebagai
tersangka. Dua lainnya, yang diduga berasal dari level komando, belum
dijelaskan status hukumnya," jelas Herlina.
Surat Perkembangan Penanganan Perkara (SP2HP) baru
diterbitkan pada 13 Januari 2025, dan baru pada 30 April 2025 berkas perkara
dilimpahkan ke kejaksaan. Front Justice menilai lambannya proses hukum ini
sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip keadilan.
Tuntutan Front Justice
Dalam pernyataan sikapnya, Front Justice menyampaikan
beberapa poin tuntutan:
- Transparansi Proses HukumProses persidangan harus dilakukan secara terbuka, memungkinkan akses bagi keluarga korban dan masyarakat luas.
- Vonis Maksimal dan PemecatanPelaku harus dijatuhi hukuman maksimal dan dipecat dari kesatuan, serta diberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi keluarga korban.
- Hentikan Perlindungan kepada PelakuTindakan penyidik yang diduga melindungi dua pelaku di level komando harus dihentikan.
- Percepatan Proses SidangJaksa Penuntut Umum (JPU) diminta mempercepat pelimpahan berkas ke Pengadilan Negeri Jayapura, bukan ke Wamena, dengan mempertimbangkan situasi keamanan.
- Akhiri Pembunuhan di Luar HukumPemerintah diminta menghentikan segala bentuk extrajudicial killing di seluruh wilayah Papua.
Front Justice menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak
diindahkan, mereka siap memobilisasi massa di seluruh Papua dan Indonesia untuk
melakukan aksi lanjutan.
"Ini bukan sekadar soal satu nyawa, ini soal martabat
dan keadilan bagi seluruh rakyat Papua," tegas Herlina.
(Penulis: Doni Siep)
0 Komentar