Jakarta – Olemah.com- Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penangguhan selama 90 hari terhadap tarif impor tinggi yang sebelumnya diberlakukan kepada sejumlah negara. Keputusan ini diambil menyusul antusiasme lebih dari 75 negara yang ingin bernegosiasi langsung dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif kontroversial tersebut.
Trump mengungkapkan bahwa negara-negara tersebut telah mengirimkan delegasi untuk bertemu dengan berbagai lembaga di AS, termasuk Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), Departemen Perdagangan, dan Departemen Keuangan.
“Faktanya, lebih dari 75 negara telah memanggil perwakilan AS, termasuk Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, dan USTR untuk merundingkan solusi bagi subjek yang dibahas,” ujar Trump dalam pernyataannya.
Menurutnya, negara-negara itu memilih jalur diplomasi ketimbang melakukan retaliasi. Negosiasi meliputi isu perdagangan, hambatan dagang, manipulasi mata uang, hingga kebijakan non-tarif.
Namun, tidak semua negara mendapat perlakuan serupa. Cina justru menjadi satu-satunya negara yang dikenai tambahan tarif sebesar 125 persen. Hal ini memicu ketegangan lebih lanjut antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Lin Jian, dalam konferensi pers pada Kamis, 10 April 2025, menyatakan bahwa negaranya siap menghadapi konfrontasi dalam bentuk perang dagang jika itu pilihan Amerika.
"Kami tidak akan pernah tinggal diam menyaksikan hak-hak dan kepentingan sah rakyat Cina dilanggar," tegas Lin. Ia juga menambahkan bahwa Cina akan mempertahankan keadilan global dan sistem perdagangan multilateral dari tekanan Amerika Serikat.
Lin menuduh AS mementingkan kepentingan nasional di atas kepentingan global serta berambisi hegemoni dengan mengorbankan hak negara lain. Jika AS terus memicu perang tarif, menurutnya, Cina akan berjuang hingga akhir.
Eskalasi Ketegangan Perdagangan AS-Cina
Konflik perdagangan antara AS dan Cina bukan hal baru. Pada 1987, saat masih menjadi pengusaha properti, Trump sudah menyuarakan kekhawatirannya terhadap sistem ekonomi global yang dianggap merugikan Amerika. Ia pernah memasang iklan satu halaman penuh di The New York Times, mengkritik kekuatan dolar, surplus perdagangan Jepang, dan beban biaya militer untuk negara-negara sekutu.
Saat menjabat sebagai Presiden, Trump mulai merealisasikan pandangannya itu. Pada periode Juli 2018 hingga Agustus 2019, ia mengumumkan tarif terhadap produk Cina senilai lebih dari 550 miliar dolar AS. Sebagai balasan, Cina memberlakukan tarif senilai lebih dari 185 miliar dolar AS terhadap barang-barang asal Amerika.
Kementerian Perdagangan Cina menyebut kebijakan tarif Trump sebagai "kesalahan besar". Namun Trump tetap yakin kebijakan itu dapat menekan defisit perdagangan dan membawa manufaktur kembali ke Amerika Serikat.
Trump berkomitmen untuk merundingkan kesepakatan perdagangan yang lebih menguntungkan demi meningkatkan daya saing bisnis dan tenaga kerja dalam negeri.
S(umber Berita: TEMPO.CO,)
0 Komentar