Perwakilan Aliansi Mahasiswa UGM, yang meminta namanya disamarkan sebagai Halimah, menyatakan bahwa aliansi tersebut terdiri dari mahasiswa berbagai fakultas yang menuntut rektorat untuk berpihak kepada mahasiswa dan rakyat. Mereka menyampaikan mosi tidak percaya terhadap lembaga negara serta menolak militerisme di kampus.
"Kondisi politik di kampus yang berakar dari kebijakan pemerintah pusat dan kasus pelecehan seksual menjadi fokus protes," ujar Halimah, dikutip dari www.tempo.co.
Aksi berkemah ini bukan yang pertama kalinya. Setahun sebelumnya, aliansi mahasiswa juga mendirikan tenda sebagai protes terhadap kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) atau uang pangkal. Tahun ini, mereka menuntut perbaikan sistem penanganan kekerasan seksual yang dianggap tidak berpihak kepada korban.
Data Biro Humas dan Protokol UGM mencatat 13 kasus kekerasan seksual terjadi pada periode Januari-Maret 2025. Setahun sebelumnya, terdapat 52 kasus, dan sepanjang 2020-2023 tercatat 79 kasus, dengan 30 di antaranya telah selesai ditangani. Kasus terbaru melibatkan belasan mahasiswa Fakultas Farmasi yang menjadi korban kekerasan seksual oleh guru besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto, yang telah dipecat namun belum dilaporkan ke kepolisian.
Aliansi mahasiswa juga mendesak agar rektorat memberikan ruang aman bagi mahasiswa untuk bersuara tanpa tekanan. Mereka menuntut transparansi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan kebebasan bagi korban untuk mencari pendampingan dari luar kampus.
Aksi berkemah ini akan diisi dengan berbagai orasi dan diskusi sebagai bentuk solidaritas bagi para korban kekerasan seksual serta perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap mengancam hak mahasiswa. Hingga berita ini diturunkan, pihak rektorat UGM belum memberikan tanggapan terkait aksi ini.
(Penulis: Wawan)
0 Komentar