Sejak duduk di bangku kuliah, Emil sudah gemar menulis cerita pendek. Kecintaannya terhadap dunia literasi berbuah ketika ia mencoba menulis novel pertamanya pada 2006, yang kemudian dipublikasikan dengan judul Mawar Hitam Tanpa Akar (2009). Novel ini menggambarkan perjuangan orang asli Papua di tengah pelanggaran HAM oleh aparat keamanan.
Karya debut tersebut mengantarkan Emil ke panggung bergengsi Ubud Writers and Readers Festival (2012 dan 2015) di Bali, serta ASEAN Literary Festival tahun 2014.
Tak berhenti di situ, Emil menulis novel kedua berjudul Dua Perempuan, yang menjadi refleksi batin tentang kekuatan dan daya juang perempuan Papua. Ia menulisnya ketika bekerja di Foker LSM dan mendedikasikannya untuk Tabloid Jubi, tempatnya berkarier sebagai jurnalis.
“Dengan menulis, saya mengobati luka masa lalu. Saya ingin menunjukkan bahwa perempuan Papua bisa maju dan berdaya,” ungkap Emil dalam salah satu sesi peluncuran bukunya.
Pada 27 April 2018, Emil kembali mengejutkan dunia literasi dengan novel Sentuh Papua, yang diluncurkan di kantor AJI Yogyakarta. Novel setebal 374 halaman ini bercerita tentang seorang jurnalis Belanda bernama Rohan yang melakukan liputan rahasia di Papua. Emil menyebut 85 persen isi novel tersebut adalah kisah nyata.
Tahun 2020, Emil meluncurkan dua novel lain yang memperkuat jejaknya di dunia sastra: Tambo Bunga Pala dan Hutan Rahasia.
Novel Tambo Bunga Pala menceritakan tentang kota Fakfak sebagai poros peradaban di Papua yang kerap terlupakan. Sementara Hutan Rahasia, yang terbit Agustus 2020, mengangkat kehidupan perempuan Suku Enggros di Jayapura.
Dalam setiap karyanya, Emil tidak sekadar menulis cerita, tetapi menyalakan semangat bagi generasi muda Papua untuk menulis sejarah mereka sendiri.
“Saya ingin anak-anak Papua percaya bahwa mereka juga bisa menulis dan bercerita tentang tanah mereka,” ujar Emil.
Sebelum berpulang, almarhum Emil telah melakukan banyak hal yang tak akan pernah terlupakan oleh generasi muda Melanesia.
Karya dan dedikasinya menjadi warisan berharga bagi dunia literasi Papua — sebuah api yang terus menyala di hati para penulis muda yang mengikuti jejaknya.
Kini, kiprah Aprila Wayar menjadi inspirasi bagi dunia sastra Indonesia dan Melanesia. Melalui pena dan kisahnya, ia meninggalkan pesan:
perempuan Papua bukan hanya pelengkap cerita, tetapi juga penulis sejarahnya sendiri.
Sumber : Kaki Abu
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 19 Oktober 2025
0 Komentar