Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah ditutup di level Rp 16.301 per dolar AS, menguat 28 poin dari hari sebelumnya. Namun, jika dibandingkan pekan lalu, rupiah masih melemah 0,49 persen.
BI: Pergerakan Rupiah Sejalan dengan Mata Uang Regional
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Erwin Gunawan Hutapea, menjelaskan bahwa nilai tukar rupiah bergerak seiring mata uang regional lainnya yang pada hari itu juga cenderung menguat.
“Pasar mencermati negosiasi dan ketidakpastian terkait kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap berbagai negara,” ujar Erwin, Jumat (18/7/2025).
Erwin menambahkan, Bank Indonesia terus memantau dinamika pasar global dan domestik, serta menyiapkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar agar tetap sesuai fundamental ekonomi.
Upaya intervensi dilakukan melalui transaksi NDF (non-deliverable forward) di pasar offshore, DNDF (domestic non-deliverable forward) di pasar domestik, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Suku Bunga BI vs The Fed: Gap Menyempit, Rupiah Tertekan
Sementara itu, Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana menilai pelemahan rupiah dipicu keputusan BI yang memangkas suku bunga acuan. Perbedaan bunga acuan antara BI dan The Fed kini semakin tipis, membuat Indonesia kurang menarik bagi investor asing.
“Jika yield surat utang Indonesia turun, minat investor asing bisa berkurang, sehingga rupiah berpotensi terus tertekan,” kata Fikri.
Fikri memperkirakan, rupiah bisa bergerak di kisaran Rp 16.400–Rp 16.500 per dolar AS, bahkan menyentuh level Rp 16.700–Rp 16.800 per dolar AS jika BI memangkas suku bunga acuan tiga kali tahun ini, sedangkan The Fed hanya dua kali.
Kebijakan Tarif AS Bisa Jadi Peluang
Di sisi lain, pemangkasan tarif resiprokal atas produk Indonesia ke AS dari 32 persen menjadi 19 persen diprediksi bisa meningkatkan surplus perdagangan.
“Kalau tarif kita lebih rendah daripada negara kompetitor, kita diuntungkan. Surplus perdagangan yang besar bisa memperkuat rupiah,” kata Fikri.
Surplus perdagangan ini juga diharapkan membawa tambahan dana ke dalam negeri, memperkuat pertumbuhan ekonomi, dan menarik aliran modal asing.
Dorongan Investasi dan Fiskal Diperlukan
Meski pemangkasan suku bunga diharapkan memberi stimulus, Fikri menilai langkah itu belum cukup. Pemerintah disarankan lebih aktif melalui kebijakan fiskal untuk mendorong permintaan domestik.
Senada, Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan kebijakan tarif AS memberi peluang bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor. Produk seperti CPO, tekstil, dan furnitur dinilai berpotensi besar mendongkrak pertumbuhan sektor padat karya.
“Ini peluang yang harus dimanfaatkan dengan ekspansi agresif ke pasar AS. Trade diversion dari buyer di Amerika sangat mungkin terjadi,” ujar David.
Prospek Rupiah di Semester II-2025
Hingga saat ini, rupiah masih stabil di kisaran Rp 16.200–Rp 16.300 per dolar AS. Namun David memperkirakan nilai tukar akan bergerak di rentang Rp 16.200–Rp 16.500 hingga akhir tahun. Level ini masih dianggap relatif baik bagi eksportir dan importir.
Dengan berbagai tantangan global dan kebijakan moneter yang lebih longgar, fundamental ekonomi domestik serta upaya pemerintah memperkuat investasi akan sangat menentukan arah pergerakan rupiah ke depan.
Sumber : Kompas.Id
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 18 Juli 2025
0 Komentar