Dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada Sabtu, 19 Juli 2025, Sri Mulyani menegaskan bahwa struktur keuangan global harus dapat mengakomodasi seluruh spektrum ekonomi dunia, mulai dari negara berpendapatan rendah, negara berkembang, hingga negara maju.
"Arsitektur keuangan global harus mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua negara — dari ekonomi berpenghasilan rendah, berkembang, hingga negara maju," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.
Ia juga menyoroti pesatnya perkembangan teknologi keuangan, mulai dari aset kripto hingga mata uang digital. Meski menawarkan efisiensi dan kecepatan, kemajuan ini juga membawa risiko-risiko baru yang tidak dapat diabaikan.
"Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mendalam terhadap fondasi sistem keuangan internasional agar tetap stabil, inklusif, dan relevan dalam menghadapi dinamika global yang cepat berubah," tambahnya.
Saat ini, bank pembangunan multilateral (Multilateral Development Banks/MDBs) tengah menjalankan peta jalan G20 untuk MDB serta rekomendasi dari laporan Capital Adequacy Framework (CAF). Langkah ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas MDB dalam mendukung pembiayaan pembangunan global.
Pertemuan selama dua hari tersebut membahas berbagai isu prioritas G20 yang membutuhkan perhatian dan kerja sama bersama dalam merespons tantangan global saat ini.
Tantangan Global dan Perluasan Kerja Sama
Selain membahas arsitektur keuangan internasional, pertemuan ini juga menyoroti sejumlah isu strategis, termasuk ekonomi global, pembiayaan berkelanjutan, infrastruktur, sektor keuangan, perpajakan internasional, dan kesehatan global.
Para menteri dan gubernur bank sentral menyampaikan kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh konflik bersenjata, ketegangan geopolitik, fragmentasi perdagangan, tingginya utang publik, dan bencana iklim ekstrem.
Dalam konteks ini, Sri Mulyani menekankan perlunya mengubah cara pandang dalam hubungan ekonomi internasional yang selama ini dianggap sebagai zero-sum game — di mana keuntungan satu negara dianggap sebagai kerugian negara lain.
"Perdagangan dan investasi seharusnya menjadi instrumen kemajuan bersama yang menciptakan nilai tambah bagi semua pihak," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat harus berawal dari dalam negeri, terutama di tengah kondisi global dan lingkungan yang penuh risiko.
Stabilitas Domestik dan Komitmen Indonesia
Sri Mulyani menjelaskan bahwa Indonesia secara aktif menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal yang hati-hati, terukur, dan bersifat kontra-siklus untuk menyerap guncangan sekaligus mendorong reformasi struktural.
"Kami bekerja erat dengan otoritas moneter untuk membangun kepercayaan dan menjaga stabilitas. Saat ini, inflasi berada di level 1,6 persen dengan defisit fiskal sebesar 2,5 persen," jelasnya.
Perpajakan dan Pembiayaan Berkelanjutan
Dalam isu perpajakan internasional, Sri Mulyani menekankan perlunya sistem perpajakan global yang adil, efektif, dan stabil, sebagai prasyarat untuk menciptakan ketahanan serta mendukung pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, dalam pembahasan mengenai pembiayaan berkelanjutan, para anggota G20 menyepakati pentingnya koordinasi global dalam pengembangan kerangka keuangan berkelanjutan. Hal ini meliputi peningkatan interoperabilitas, efisiensi pembiayaan iklim, serta penguatan rencana adaptasi, ketahanan, dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Infrastruktur dan Inklusi Keuangan
Dalam sektor infrastruktur, G20 menegaskan kembali pentingnya investasi infrastruktur yang berkualitas guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan.
Adapun dalam sektor keuangan dan inklusi keuangan, para menteri dan gubernur menegaskan komitmen untuk mengatasi kerentanan sistem keuangan serta mendorong sistem keuangan yang terbuka, tangguh, dan stabil. Hal ini harus didukung oleh implementasi reformasi dan standar internasional yang konsisten, menyeluruh, dan tepat waktu, termasuk penerapan Basel III.
Sumber : Tempo.co
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 21 Juli 2025
0 Komentar