Yahukimo, Olemah.com – Aliansi Pelajar se-Yahukimo (APY) menggelar Diskusi Terbuka bersama pelajar dan masyarakat Yahukimo dalam rangka memperingati 7 Tahun peristiwa rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2016. Acara berlangsung pada Sabtu, 16 Agustus 2025 di Lapangan Terbuka Gedung GOR ABYU, Yahukimo.
Dengan mengangkat tema “Rasisme Masih Berakar di Papua”, diskusi ini dipandu oleh Yelli Enggalim yang menegaskan bahwa praktik rasisme terhadap orang Papua masih terus terjadi hingga saat ini.
Latar Belakang Aksi
Perlawanan rakyat Papua terhadap rasisme mencuat sejak Agustus 2019, ketika mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang mendapat persekusi serta ucapan rasis dengan sebutan “Usir Monyet”. Insiden tersebut memicu gelombang protes besar-besaran di Tanah Papua.
“Perlawanan rakyat Papua terhadap isu rasisme sudah berlangsung sejak 2019. Bahkan, tujuh tahanan politik dipindahkan ke Balikpapan dengan alasan keamanan, meski langkah itu dinilai non-prosedural. Ini menunjukkan sikap negara yang diskriminatif terhadap rakyat Papua,” ujar Yelli Enggalim.
Selain itu, Yelli juga menyoroti pengerahan 6.500 personel polisi dan tentara ke berbagai wilayah Papua pada saat itu. Ribuan pos militer dadakan dibangun di kompleks perumahan warga dengan dalih menjaga keamanan, namun dalam praktiknya menciptakan ketakutan dan tekanan sosial.
Rasisme dan Kolonialisme
Dalam paparannya, Yelli menjelaskan bahwa rasisme di Papua tidak bisa dilepaskan dari praktik kolonialisme. Menurutnya, kolonialisme Indonesia berjalan beriringan dengan rasisme karena dilandasi anggapan bahwa bangsa Papua dianggap lebih rendah.
“Rasisme digunakan sebagai alat pembenaran penjajahan dan eksploitasi di atas tanah Papua. Papua dipandang sebagai bangsa ‘kurang maju’ atau ‘tidak beradab’, sehingga memberi jalan bagi eksploitasi sumber daya alam, penekanan identitas budaya, hingga penyebaran stigma buruk kepada orang Papua,” jelasnya.
Ia menambahkan, praktik tersebut memungkinkan tiga hal:
1. Eksploitasi sumber daya alam dan manusia Papua.
2. Impor budaya serta nilai-nilai dari luar ke Papua.
3. Penekanan identitas dan budaya lokal Papua dengan stigma buruk.
Penegasan Aliansi Pelajar Yahukimo
Badan Pengurus Aliansi Pelajar se-Yahukimo menegaskan bahwa momentum peringatan 7 tahun rasisme ini harus menjadi refleksi bersama untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi. Mereka menuntut agar negara mengakui kesalahan dan melakukan langkah nyata dalam memberantas rasisme yang masih berakar di Papua.
“Kolonialisme dan rasisme telah melahirkan luka panjang bagi orang asli Papua. Oleh karena itu, kesadaran bersama perlu dibangun agar masyarakat yang adil dan setara bisa tercipta di tanah Papua,” tegas pernyataan resmi APY.
Sumber : Doni Siep
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 15 Agustus 2025
0 Komentar