
Dalam percakapan tersebut, Paus kembali menyerukan pentingnya perlindungan terhadap warga sipil serta kepatuhan penuh terhadap hukum humaniter internasional.
"Bapa Suci mengulangi seruannya agar hukum humaniter internasional dihormati sepenuhnya, dengan menekankan kewajiban untuk melindungi warga sipil dan tempat-tempat suci, larangan penggunaan kekuatan secara sembarangan, serta larangan pemindahan paksa penduduk," demikian bunyi pernyataan resmi dari Vatikan.
Situasi kemanusiaan yang digambarkan Vatikan sebagai tragis juga mendorong Paus untuk menekankan pentingnya akses bantuan kemanusiaan yang memadai.
"Penekanan diberikan pada kebutuhan mendesak untuk memberikan bantuan kepada mereka yang paling rentan terhadap dampak konflik, serta mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan secara layak," tambah pernyataan itu.
Selain membahas krisis, percakapan antara kedua pemimpin ini juga menandai momen diplomatik bersejarah: peringatan 10 tahun Comprehensive Agreement antara Takhta Suci dan Negara Palestina yang ditandatangani pada 26 Juni 2015 dan mulai berlaku pada 2 Januari 2016.
Namun demikian, tekanan terhadap Paus Leo XIV untuk bertindak lebih jauh terus meningkat. Seperti dilaporkan oleh Middle East Eye, berbagai pihak menyerukan agar Paus memimpin langsung misi kemanusiaan ke Gaza menyusul serangan udara Israel dan memburuknya kondisi warga sipil.
Desakan ini muncul setelah pernyataan Paus yang diunggah pada Minggu lalu, di mana ia menyatakan duka mendalam atas serangan Israel yang menewaskan tiga umat Katolik di Gereja Keluarga Kudus (Holy Family Catholic Church) di Kota Gaza.
"Berita tragis terus berdatangan dari Timur Tengah, terutama dari Gaza," tulis Paus.
"Saya sangat berduka atas serangan tentara Israel pada Kamis lalu terhadap Paroki Katolik Keluarga Kudus di Kota Gaza, yang menewaskan tiga umat Kristen dan melukai lainnya. Saya berdoa bagi para korban... dan saya mendukung penuh keluarga mereka serta seluruh umat paroki."
Paus juga menyebut nama-nama korban: Saad Issa Kostandi Salameh, Foumia Issa Latif Ayyad, dan Najwa Ibrahim Latif Abu Daoud, sembari menyampaikan dukungan spiritual bagi keluarga dan komunitas mereka.
Meski banyak pihak menyambut baik pernyataan itu, tidak sedikit yang mengkritik Paus karena dinilai belum mengambil langkah nyata. Sebelumnya, pernyataan awal Paus pada Jumat lalu memang mengungkapkan rasa kehilangan, namun tidak secara eksplisit menyebut Israel sebagai pelaku.
Hal ini menimbulkan perbandingan dengan pendahulunya, Paus Fransiskus, yang dikenal lantang mengecam agresi Israel di Gaza dan menjalin komunikasi erat dengan komunitas Katolik setempat.
Tekanan publik kini mengarah agar Paus Leo XIV tidak hanya berbicara lebih tegas, tetapi juga mengambil tindakan konkret. Beberapa pengamat menyebut Paus sebagai salah satu dari sedikit tokoh global yang memiliki pengaruh dan kekebalan moral untuk memimpin langsung pengiriman bantuan ke Gaza.
Sejak 7 Oktober 2023, kampanye militer dan blokade total Israel terhadap Gaza—yang oleh para ahli dan lembaga internasional disebut sebagai genosida—telah menghancurkan wilayah tersebut.
PBB memperingatkan bahwa warga Gaza kini menghadapi kelaparan "katastrofik", terutama anak-anak yang dilaporkan mulai meninggal sebelum bantuan berhasil mencapai mereka.
Badan Pertahanan Sipil Gaza menyatakan, kematian bayi akibat kelaparan meningkat drastis.
"Kasus-kasus memilukan ini bukan akibat pemboman langsung, tetapi karena kelaparan, kekurangan susu bayi, dan ketiadaan layanan kesehatan dasar," ujar juru bicara Mahmud Bassal, menyebutkan bahwa dalam sepekan terakhir setidaknya tiga bayi meninggal akibat kondisi tersebut.
Sejak 2 Maret, Israel menerapkan blokade total, mencegah masuknya makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Berbagai lembaga bantuan telah berulang kali memperingatkan adanya kelaparan buatan (man-made famine), namun tidak ada tanda-tanda pelonggaran.
Sejak Oktober 2023, lebih dari 59.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, telah tewas akibat serangan militer Israel. Infrastruktur Gaza hancur, sistem kesehatan runtuh, dan krisis pangan kian parah.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresi militernya terhadap wilayah Gaza.
Sumber : Tempo.co
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 22 Juli 2025
0 Komentar