Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

AS Rilis Lebih dari 230000 Dokumen Terkait Pembunuhan Martin Luther King Jr

Jakarta, Olemah.com – Pemerintah Amerika Serikat secara resmi merilis lebih dari 230.000 halaman dokumen terkait pembunuhan tokoh hak-hak sipil Dr. Martin Luther King Jr. pada tahun 1968. Ini adalah pertama kalinya seluruh dokumen ini dipublikasikan secara daring dalam satu koleksi lengkap dengan penyuntingan minimal.

Pelepasan dokumen ini merupakan hasil arahan dari mantan Presiden Donald Trump, yang sebelumnya juga memerintahkan deklasifikasi dokumen terkait pembunuhan Presiden John F. Kennedy dan Senator Robert F. Kennedy.

Menurut CBS News, Kantor Direktur Intelijen Nasional AS (ODNI) menyatakan bahwa banyak dari dokumen ini belum pernah didigitalkan sebelumnya dan telah “mengumpulkan debu” di berbagai arsip pemerintah selama puluhan tahun. Sebagian dokumen pernah tersedia melalui permintaan UU Kebebasan Informasi (FOIA), tetapi belum pernah dirilis secara penuh dan terbuka seperti sekarang.

Koleksi Digital Lengkap Pertama

Dokumen yang dirilis mencakup memo internal FBI, laporan penyelidikan, hasil pengawasan, hingga informasi intelijen CIA mengenai James Earl Ray, pria yang dihukum atas pembunuhan King. Termasuk juga rincian tentang pelarian Ray ke luar negeri, pengejaran internasional, dan akhirnya penangkapannya.

Dr. Martin Luther King Jr. dibunuh pada 4 April 1968 di Memphis, Tennessee. Ray mengaku bersalah dan dijatuhi hukuman 99 tahun penjara, tetapi kemudian menarik pengakuannya dan terus menyatakan dirinya tidak bersalah hingga meninggal dunia pada tahun 1998.

"Rakyat Amerika telah menunggu hampir enam dekade untuk melihat sejauh mana penyelidikan pemerintah federal terhadap pembunuhan Dr. King," kata Tulsi Gabbard, Direktur Intelijen Nasional saat ini, dalam pernyataan resmi.

ODNI memastikan bahwa keluarga King telah diberikan akses awal ke dokumen tersebut dua minggu sebelum dirilis ke publik.

Reaksi Keluarga King: Privasi vs Kepentingan Publik

Meskipun diberi akses awal, dua anak Dr. King yang masih hidup — Martin Luther King III (67) dan Bernice King (62) — mengeluarkan pernyataan yang menyatakan kegelisahan mereka atas publikasi dokumen ini.

“Meski kami memahami ketertarikan publik,” tulis mereka, “kematian ayah kami adalah kehilangan pribadi yang mendalam. Selama bertahun-tahun, pembunuhannya telah diperlakukan seperti tontonan publik. Kami mengimbau agar dokumen ini dipahami dalam konteks sejarah dan etika yang menyeluruh.”

Melalui pernyataan dari The King Center for Nonviolent Social Change, keluarga King juga mengutuk pengawasan terhadap Dr. King oleh FBI di bawah kepemimpinan J. Edgar Hoover, menyebutnya sebagai kampanye disinformasi yang “invasif, predator, dan sangat mengganggu.”

“Ini bukan sekadar pelanggaran privasi,” tegas mereka, “tetapi serangan yang disengaja terhadap kebenaran dan keadilan.”

Teori Alternatif dan Putusan Pengadilan Sipil

Keluarga King juga menyinggung hasil persidangan sipil pada tahun 1999 di Memphis, Tennessee, yang menyatakan bahwa seorang pria bernama Loyd Jowers dan sejumlah konspirator, termasuk lembaga pemerintah, bertanggung jawab atas pembunuhan King. Putusan tersebut bertolak belakang dengan temuan resmi pemerintah AS.

Departemen Kehakiman AS (DOJ) dalam penyelidikannya tahun 1977 dan 2000 menyimpulkan bahwa James Earl Ray bertindak sendiri. Sementara itu, Komite Khusus DPR AS untuk Pembunuhan pada akhir 1970-an menyatakan bahwa pembunuhan King "kemungkinan besar hasil konspirasi", namun tidak menemukan bukti langsung keterlibatan pemerintah.

Langkah Bersejarah, Tapi Pertanyaan Masih Tersisa

Rilis besar-besaran dokumen ini mengikuti pembukaan arsip pembunuhan JFK pada bulan Maret dan Robert F. Kennedy pada April, yang menunjukkan upaya lebih besar untuk meningkatkan transparansi atas beberapa pembunuhan politik paling kontroversial dalam sejarah AS.

Meski dokumen ini memberi gambaran lebih jelas tentang skala penyelidikan federal, mereka juga memicu kembali perdebatan lama tentang akuntabilitas, kebenaran sejarah, dan peran pemerintah dalam era gerakan hak-hak sipil.


Sumber : Tempo.co

Editor : Redaksi Olemah

Website      : www.olemah.com

Diterbitkan : 22 Juli 2025

Posting Komentar

0 Komentar