Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Warga Husewa Tolak Rencana Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah di Atas Tanah Ulayat

Wamena, Olemah.com – Penolakan keras datang dari masyarakat adat Husewa, Distrik Pugima, Kabupaten Jayawijaya, terkait rencana pembangunan Tempat Pembuangan dan Pengelolaan Sampah (IPLT) di Kampung Luaekama.

Dalam surat terbuka bertanggal 21 September 2025, Ambrosius Mulait, cucu dari almarhum Tete Hagaluke Hisage selaku pemilik hak ulayat, menegaskan sikapnya menolak proyek yang dinilai mengancam ruang hidup masyarakat adat.

Penyerahan Dana Kompensasi Rp1,7 Miliar

Sebelumnya, beredar video berdurasi dua menit yang memperlihatkan penyerahan dana senilai Rp1,7 miliar dari Bupati Jayawijaya Atenius Murip, S.H., M.H. kepada perwakilan masyarakat, yakni Sue Alpius Hisage, disaksikan beberapa tokoh, antara lain Gabriel Hisage dan Yakob Mulait. Dana itu disebut sebagai kompensasi pelepasan tanah seluas 1 hektare (10.000 m²) di Kampung Luaekama.

Namun, Ambrosius menilai tanah ulayat tersebut adalah warisan leluhur yang tidak bisa diperjualbelikan. “Tanah ini bukan sekadar aset ekonomi, tetapi ruang hidup, identitas, dan sumber kehidupan masyarakat adat. Generasi penerus kami tidak memiliki tanah luas untuk diwariskan,” tulisnya.

Alasan Penolakan

Dalam surat terbuka itu, terdapat enam poin utama yang mendasari penolakan warga Husewa:

Status tanah ulayat: Tanah 1 hektare di Luaekama adalah warisan leluhur alm. Tete Hagaluke Hisage dan merupakan ruang hidup masyarakat adat.

Ancaman pencemaran: Pembangunan tempat pembuangan sampah dikhawatirkan menimbulkan pencemaran tanah, air, dan udara, berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.

Nilai budaya & spiritual: Sampah dianggap mengancam harmoni, spiritualitas, dan ikatan adat dengan tanah leluhur.

Keberlanjutan hidup: Keputusan pemerintah dinilai hanya mengutamakan kepentingan jangka pendek, tanpa memikirkan generasi mendatang.

Kritik elit lokal: Ambrosius meminta agar elit politik maupun intelektual asal Husewa menghentikan dorongan kepentingan pribadi atas nama masyarakat.

Tanpa AMDAL: Pemerintah tidak melakukan sosialisasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 22 Tahun 2021.

“Pemerintah berkewajiban memberi kesempatan masyarakat menilai dampak proyek. Tidak bisa hanya menyerahkan uang tanpa menjelaskan risiko bagi lingkungan dan kesehatan,” tegas Ambrosius.

Tuntutan kepada Pemerintah Melalui surat terbuka itu, Ambrosius menyampaikan empat sikap resmi:

1. Menolak segala bentuk kompensasi uang yang ditawarkan pemerintah.

2. Menolak pembangunan tempat pembuangan dan pengelolaan sampah di atas tanah ulayat Husewa.

3. Mendesak Pemkab Jayawijaya dan Pemprov Papua Pegunungan untuk menghentikan rencana pembangunan.

4. Meminta pemerintah mencari lokasi alternatif yang jauh dari pemukiman warga agar tidak menimbulkan konflik horizontal.


Tanah Ulayat sebagai Identitas Hidup

Masyarakat Husewa menegaskan bahwa tanah dan gunung yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang tidak tergantikan. “Kami hidup, mati, dan akan dikuburkan di atas tanah-tanah ini. Generasi tidak akan kemana-mana, tanah ulayat adalah harga diri,” ujar Ambrosius.

Surat terbuka ini menjadi suara keras masyarakat adat di tengah maraknya perampasan tanah di Papua. Mereka berharap pemerintah lebih mengutamakan pengakuan hak-hak masyarakat adat serta mencari solusi pembangunan yang adil, ramah lingkungan, dan tidak mengorbankan masa depan generasi Papua.


Sumber : Ambrosius Mulait

Editor : Redaksi Olemah

Website      : www.olemah.com

Diterbitkan : 22 September 2025

Posting Komentar

0 Komentar