Ketua Umum PP PMKRI 2024–2026, Susana Florika Marianti Kandaimu, menegaskan bahwa tragedi tersebut bukan sekadar malpraktik, melainkan penelantaran sistemik yang bertentangan dengan sumpah profesi tenaga kesehatan serta prinsip dasar kemanusiaan.
“Penolakan dan penelantaran pasien gawat darurat adalah pelanggaran berat terhadap sumpah profesi dan kode etik kedokteran,” tegas Susan.
🚨 Dirujuk dari RS ke RS, Ditolak Berkali-kali Hingga Meninggal di Perjalanan
IS dilarikan dari Kampung Kensio menuju RS Yowari menggunakan speedboat. Namun setelah dirujuk ke RS Abepura, keluarga justru mendapat penolakan dan dipindahkan lagi ke RS Dian Harapan P2 Waena tanpa penanganan memadai.
Dalam kondisi kritis, keluarga membawa IS ke RS Bhayangkara, namun mereka dihadapkan pada syarat biaya operasi sebesar Rp8 juta yang tidak mampu dipenuhi.
Sebagai upaya terakhir, IS dibawa ke RSUD Dok 2 Jayapura, namun ia menghembuskan napas terakhir di perjalanan, bersama bayi yang dikandungnya.
PMKRI menilai rangkaian penolakan tersebut merupakan bentuk diskriminasi ekonomi dan cerminan rusaknya sistem rujukan darurat.
📍 PMKRI Soroti Tiga Masalah Utama
Organisasi mahasiswa tersebut menilai tragedi ini lahir dari persoalan struktural:
Rumah sakit menjadi ruang diskriminasi ekonomi, bukan penyelamatan nyawa.
Sistem rujukan berubah menjadi labirin birokrasi yang mematikan.
Pelayanan kesehatan terkomodifikasi sehingga uang lebih menentukan daripada nyawa.
“Program kesehatan yang digembar-gemborkan negara tidak menjangkau rakyat Papua yang paling membutuhkan,” ujar Susan.
📢 PMKRI Layangkan Tuntutan Resmi ke Pemerintah, Kemenkes & IDI
PP PMKRI menuntut:
Gubernur Papua menginvestigasi direktur rumah sakit yang menolak pasien, menjatuhkan sanksi tegas, dan memberi pemulihan bagi keluarga korban.
Kementerian Kesehatan RI mengevaluasi total sistem rujukan dan memastikan JKN bekerja efektif untuk kasus gawat darurat.
Komnas HAM & Ombudsman RI melakukan investigasi independen atas dugaan pelanggaran HAM.
IDI & organisasi profesi kesehatan menindak anggota yang melanggar kode etik tanpa kompromi.
“Setiap Nyawa Berharga, Negara Wajib Hadir di Tanah Papua”
PP PMKRI menegaskan bahwa hak atas kesehatan merupakan hak asasi manusia fundamental, bukan fasilitas eksklusif bagi yang mampu membayar.
“Tidak boleh ada satu nyawa pun melayang hanya karena miskin atau tinggal jauh dari kota,” tegas Susan.
Jenazah IS dan bayi dalam kandungannya telah dimakamkan pada Rabu malam. Publik kini menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak terkait dan reformasi menyeluruh atas pelayanan kesehatan di Papua.
Sumber : Redaksi Lelumuku
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 21 November 2025

0 Komentar