Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Ledakan Jumlah Satelit di Orbit Rendah Bumi Picu Risiko Tabrakan dan Sampah Antariksa

Jakarta, Olemah.com – Jumlah satelit di orbit rendah Bumi (Low Earth Orbit/LEO) meningkat drastis dalam enam tahun terakhir, mencapai hampir enam kali lipat dari jumlah sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan risiko tabrakan antarsatelit dan bertambahnya sampah antariksa.

Salah satu pemicu utama lonjakan jumlah satelit ini adalah Proyek Kuiper, megakonstelasi satelit internet milik raksasa teknologi Amazon. Proyek ini baru saja meluncurkan satelit internet pertamanya ke luar angkasa pada 29 April 2025, dan jika berjalan sesuai rencana, akan ada hampir 50.000 satelit di orbit rendah Bumi pada akhir dekade 2020-an.

Orbit Rendah Bumi Makin Padat

Orbit rendah Bumi, yang berada pada ketinggian antara 200 hingga 2.000 kilometer, kini menjadi "lajur padat" satelit dari berbagai perusahaan teknologi. Tidak hanya Proyek Kuiper, megakonstelasi lain seperti Starlink dari SpaceX, OneWeb, dan sejumlah proyek satelit pemerintah juga memenuhi orbit ini.

Meski memberikan manfaat berupa akses internet global, peningkatan jumlah satelit ini memicu berbagai masalah:

Risiko Tabrakan: Semakin banyak satelit yang bergerak di lintasan yang sama meningkatkan kemungkinan tabrakan antarsatelit.

Sampah Antariksa: Puing-puing dari satelit yang sudah tidak aktif atau mengalami tabrakan menjadi sampah antariksa yang mengancam satelit aktif lainnya.

Gangguan Observasi Astronomi: Cahaya dari satelit yang melintas dapat mengganggu pengamatan bintang dan fenomena astronomi lainnya.

Minimnya Regulasi Pengendalian Satelit

Hingga saat ini, belum ada regulasi internasional yang ketat terkait pengendalian dan pengelolaan satelit di orbit rendah Bumi. Sebagian besar negara dan perusahaan hanya mengandalkan pedoman sukarela yang kurang efektif dalam menghadapi lonjakan jumlah satelit.

“Tanpa regulasi yang jelas, risiko tabrakan dan jumlah sampah antariksa akan terus meningkat,” kata seorang pakar astronomi yang enggan disebutkan namanya.

Proyek Kuiper: Konstelasi Satelit Internet Amazon

Proyek Kuiper adalah salah satu program ambisius Amazon untuk menyediakan layanan internet global, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini sulit dijangkau oleh koneksi internet konvensional.

Melalui peluncuran perdana pada 29 April 2025, Amazon bergabung dalam persaingan bisnis internet satelit yang sebelumnya sudah diramaikan oleh Starlink milik SpaceX.

Amazon menargetkan untuk meluncurkan lebih dari 3.200 satelit Proyek Kuiper sebagai bagian dari tahap awal. Namun, dengan rencana penambahan satelit dari berbagai pihak, orbit rendah Bumi berpotensi menjadi area yang semakin padat dan tidak terkendali.

Urgensi Regulasi Internasional

Para ahli mengingatkan bahwa tanpa regulasi internasional yang ketat, fenomena "kemacetan antariksa" bisa menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan eksplorasi dan pemanfaatan luar angkasa.

Beberapa usulan yang sering dibahas dalam komunitas internasional meliputi:

Batasan Jumlah Satelit Perusahaan: Mengatur jumlah maksimum satelit yang dapat diluncurkan oleh satu perusahaan.

Sistem Pemantauan Satelit Global: Memantau pergerakan satelit secara real-time untuk menghindari tabrakan.

Kewajiban Penanganan Sampah Antariksa: Setiap peluncuran satelit harus disertai rencana penanganan akhir masa operasionalnya.

Masa Depan Orbit Rendah Bumi

Dengan proyeksi hampir 50.000 satelit di orbit rendah Bumi pada akhir dekade 2020-an, pengelolaan ruang angkasa menjadi tantangan besar bagi komunitas internasional. Kolaborasi antara negara dan perusahaan teknologi menjadi kunci untuk menjaga keamanan dan keberlanjutan pemanfaatan antariksa.

(Sumber Berita:Kompas.id)


Posting Komentar

0 Komentar