Namun, penolakan tersebut tidak jarang didasarkan pada narasi yang tidak sepenuhnya tepat atau utuh. Banyak pihak yang menyebarkan informasi yang bertentangan dengan data final yang telah disepakati oleh Panitia Kerja (Panja) DPR dan perwakilan pemerintah. Dalam proses pembahasannya, pemerintah mendelegasikan pembahasan tersebut kepada beberapa kementerian, termasuk Kementerian Hukum, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sekretaris Negara.
Pada bulan Maret lalu, DPR akhirnya menyetujui revisi UU TNI yang mencakup beberapa perubahan penting. Salah satu perubahan utama adalah penambahan jenis operasi militer selain perang (OMSP) dari yang sebelumnya empat belas menjadi enam belas. OMSP adalah bagian dari tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa.
Dua jenis OMSP baru yang ditambahkan dalam revisi ini adalah pertahanan siber dan penyelamatan warga negara Indonesia (WNI) beserta kepentingan nasional Indonesia di luar negeri. Penambahan ini dianggap penting untuk menghadapi tantangan zaman, terutama terkait dengan ancaman siber dan situasi yang melibatkan WNI di luar negeri.
Meskipun revisi ini sudah disetujui, kontroversi masih berlanjut, dengan sebagian masyarakat yang merasa khawatir tentang potensi dampaknya terhadap kebebasan sipil dan penguatan peran militer dalam kehidupan politik. Namun, pemerintah dan DPR berargumen bahwa revisi ini penting untuk memperkuat kapasitas TNI dalam menjaga keamanan negara di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
(Sumber Berita: Kompas.Id)
0 Komentar