Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Muslim Arbi, menilai penerbitan IUP tersebut penuh indikasi penyimpangan. Ia menduga ada praktik suap dalam proses keluarnya izin tambang tersebut.
“KPK atau Kejagung segera seret Sherly Tjoanda ke proses hukum. Dugaan korupsi ini semakin terang, mau tunggu apa lagi,” tegas Muslim Arbi, Senin (29/9/2025).
Desakan Pencabutan IUP PT Karya Wijaya
Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Maluku Utara turut mendesak pencabutan izin PT Karya Wijaya. Ketua DPD GPM Malut, Sartono Halek, menilai perusahaan yang beroperasi di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, itu tidak memiliki dokumen izin lengkap.
Meski demikian, pemerintah justru memperluas konsesi PT Karya Wijaya dari 500 hektare menjadi 1.145 hektare pada tahun 2025. Kini, wilayah operasi perusahaan tersebut mencakup Halmahera Tengah dan Halmahera Timur dengan izin berlaku hingga 2036.
“Perusahaan ini bahkan belum menyelesaikan tata batas area kerja kepada Kementerian ESDM. Artinya, PT Karya Wijaya bisa saja menambang di luar area kerja yang ditetapkan dalam IUP,” ungkap Sartono.
Sengketa Hukum dan Dugaan Pelanggaran UU
PT Karya Wijaya juga tengah bersengketa dengan PT Fajar Bakti Lintas Nusantara (FLBN). Meski IUP PT FLBN sempat dicabut oleh Kementerian ESDM, perusahaan tersebut memenangkan gugatan di pengadilan. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa IUP PT Karya Wijaya belum memiliki kepastian hukum.
Selain itu, Sartono menegaskan bahwa PT Karya Wijaya diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), yang melarang aktivitas tambang di pulau kecil. Larangan tersebut termuat dalam Pasal 35 huruf K dan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023.
“Ini pelanggaran serius. Tambang di pulau kecil jelas merusak lingkungan dan melanggar aturan. Apalagi, PT Karya Wijaya belum menyetorkan dana reklamasi pasca tambang,” tegasnya.
Tuntutan Aksi Demonstrasi
DPD GPM Malut berencana menggelar aksi demonstrasi dalam waktu dekat untuk mendesak pencabutan IUP PT Karya Wijaya. Sartono menekankan bahwa kasus ini harus menjadi perhatian serius pemerintah pusat, termasuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PHK) yang saat ini ikut menangani persoalan tersebut.
“Pemerintah pusat harus tegas. Jangan biarkan praktik ilegal seperti ini terus terjadi dan merugikan rakyat,” pungkas Sartono.
Kasus dugaan korupsi tambang ini semakin menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas pertambangan di wilayah Maluku Utara. Publik kini menunggu langkah hukum dari KPK dan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus yang menyeret nama orang nomor satu di Malut tersebut.
Sumber : Wawan
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 01 Oktober 2025
0 Komentar