JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Denny Henrry Bonai, S.T., MM secara terbuka menyatakan bahwa penurunan drastis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) menjadi tantangan terberat yang dihadapi pemerintah dan legislatif Provinsi Papua saat ini.
“Dulu transfer dari pusat bisa mencapai Rp12,9 triliun per tahun. Sekarang tinggal Rp2,7 triliun, dan tahun depanmingki sekitar diperkirakan hanya Rp2,2 triliun. Turun hampir 80 persen,” ungkap dia pada Rabu, 26 November 2025.
Menurutnya, penurunan itu terjadi karena sebagian besar dana transfer dialihkan ke empat provinsi baru hasil pemekaran, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Sementara beban belanja Provinsi Papua tetap tinggi, antara lain gaji lebih dari 8.000 pegawai tetap serta operasional layanan publik yang semakin kompleks.
“Dana operasional tetap, jumlah pegawai tetap, jumlah penduduk malah bertambah karena pemekaran. Otomatis semua sektor terdampak, termasuk pelayanan kesehatan,” tambah politisi Partai Golkar ini.
Dampak Nyata Kepada Rumah Sakit Provinsi Kesulitan Operasional
Penurunan anggaran tersebut menjadi salah satu penyebab utama menurunnya kualitas pelayanan di beberapa rumah sakit milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, khususnya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, RSUD Abepura dan RS Jiwa Abepura. Beberapa alat kesehatan tidak dapat diganti, ruang operasi terbatas, bahkan ada yang sedang direnovasi tanpa solusi darurat.
“Kami sangat mengapresiasi tenaga medis yang tetap bertugas dalam keterbatasan. Kasus penolakan pasien yang sempat ramai beberapa waktu lalu sangat miris, tapi kita harus jujur bahwa akar masalahnya adalah keterbatasan anggaran,” tegas Bonai.
Ia mengusulkan agar ada kerja sama konkret antar seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) di Tanah Papua, misalnya mekanisme sharing dana Otonomi khusus (Otsus) atau deposit dari provinsi, kota dan kabupaten baru untuk operasional RSUD Jayapura yang selama ini menjadi rujukan utama di Tanah Papua.
Di tengah tekanan anggaran, Bonai menyampaikan kabar positif terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD). Target PAD Provinsi Papua tahun 2025 sebesar Rp536 miliar, per pertengahan November 2025 tinggal tersisa sekitar Rp40 miliar lagi yang belum tercapai.
“Bapenda optimistis target tercapai sebelum akhir tahun. Penyerapan anggaran secara umum juga cukup baik,” ujarnya.
Namun ia mengakui, dua sumber PAD besar yang dulu menjadi andalan provinsi, kontribusi PT. Freeport Indonesia dan pajak kendaraan bermotor yang kini sudah tidak lagi masuk ke kas daerah induk, tetapi langsung ke Kabupaten dan Kota.
Pria 36 tahun itu pun menegaskan bahwa DPR dan Pemprov Papua akan terus mendorong efisiensi, optimalisasi PAD, serta membangun komunikasi intensif dengan pemerintah pusat dan daerah-daerah baru agar masyarakat Papua tetap mendapatkan pelayanan yang layak.
“Kami berharap ada solusi yang adil dari pusat agar provinsi induk tidak terbebani sendirian dan tantangan ini bisa terjawab,” pungkasnya. (Laura)

0 Komentar