"Perang tidak akan pernah menjadi jalan damai," ujar Theo dengan suara bergetar. "Jika kedua belah pihak tidak memiliki niat tulus untuk menghentikan konflik, maka darah akan terus mengalir di tanah ini."
Ucapan tersebut menjadi semakin menyayat hati saat Theo menyampaikan penyesalan dan duka mendalam atas peristiwa pembantaian 11 warga sipil non Papua di Kabupaten Yahukimo, yang terjadi pada 6–8 April 2025. Tindakan kejam itu diduga dilakukan oleh kelompok TPNPB-OPM, dengan dalih bahwa para korban merupakan anggota intelijen yang menyamar.
Namun kenyataannya, para korban adalah warga sipil tak bersalah yang sedang mencari nafkah demi keluarga. "Jika memang mereka adalah intel, maka harus dibuktikan dengan jelas – adakah identitas militer, adakah senjata? Jangan bunuh hanya karena curiga," tegas Theo.
Ia pun mengimbau seluruh warga sipil yang bekerja sebagai guru, petugas kesehatan, pendulang emas, tukang ojek, dan pengusaha di wilayah rawan konflik agar segera kembali ke kota demi keselamatan. "Berikan ruang bagi TNI/Polri dan TPNPB-OPM untuk mencari solusi damai tanpa melibatkan masyarakat sipil sebagai tameng atau korban," tambahnya.
Theo juga menyuarakan harapan besar kepada Presiden Prabowo Subianto agar segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan konflik yang telah lama membelenggu Papua. "Saya mohon kepada Bapak Presiden, dengarlah jeritan kami. Bumi ini sudah terlalu lama basah oleh darah anak bangsa. Bukalah hati dan ruang dialog, demi masa depan yang lebih damai," harapnya.
1. Dalam pernyataan resminya, YKKMP mengajukan beberapa rekomendasi penting:
2. Presiden Prabowo Subianto diharapkan segera turun tangan menyelesaikan konflik bersenjata di Papua.
3. Segera menarik pasukan non organik dari Papua dan menghentikan pengiriman pasukan tambahan.
Memulangkan guru, tenaga kesehatan, dan pelaku usaha dari wilayah konflik untuk melindungi mereka dari potensi bahaya.
Membuka pintu dialog dengan tokoh-tokoh politik Papua guna membangun jalan damai yang adil dan bermartabat.
Papua menangis, dan suara itu kini menggema ke seluruh penjuru negeri. Apakah kita akan terus membiarkannya? Atau saatnya kita berdiri, bersama, menyelamatkan masa depan Papua dengan cinta, bukan senjata?
(Penulis: D.Asso)
0 Komentar