Yahukimo, Olemah.com – Ribuan pelajar bersama masyarakat Kabupaten Yahukimo kembali turun ke jalan menuntut keadilan atas kasus penembakan yang menewaskan Tobias Silak dan Naro Tapla. Aksi ini digelar pada akhir September 2025 di Kota Dekai, dengan pusat massa berkumpul di lapangan kota sebelum bergerak menuju kantor DPRK Yahukimo.
Para pelajar menyatakan aksi ini bukan sekadar solidaritas, melainkan bentuk penegasan bahwa kasus penembakan terhadap warga sipil di Yahukimo bukan isu kecil, melainkan isu nasional yang menyangkut keadilan dan hak asasi manusia.
Kasus Penembakan Tanpa Sebab Jelas
Tobias Silak, yang merupakan staf Bawaslu Kabupaten Yahukimo, tertembak pada 20 Agustus 2024 di dekat pos Brimob Sekla. Aliansi pelajar menilai klaim aparat yang menyebut peluru nyasar tidak sesuai dengan fakta lapangan. Berdasarkan bukti foto, korban terkena tembakan di pelipis hingga tembus ke bagian belakang kepala, sehingga disebut sebagai tembakan terukur, bukan pantulan.
Selain Tobias Silak, Naro Tapla juga menjadi korban penembakan dalam peristiwa terpisah. Setahun kemudian, pada 2025, masyarakat Yahukimo kembali berduka dengan kasus Viktor Deyal, yang juga diduga tewas akibat kekerasan aparat.
Sekolah Lumpuh, Pelajar Tuntut Keadilan
Aksi pelajar Yahukimo menyebabkan sejumlah sekolah di wilayah tersebut meliburkan kegiatan belajar mengajar. Para siswa menyampaikan bahwa perjuangan ini adalah hak mereka untuk menuntut keadilan.
“Kami belajar Pancasila, sila kelima berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi di Papua, khususnya Yahukimo, keadilan itu hanya sebatas tulisan. Karena itu kami turun ke jalan menuntut keadilan yang sebenarnya,” tegas salah satu orator.
Pelajar menegaskan aksi ini bukan hanya untuk Tobias Silak dan Naro Tapla, melainkan untuk melindungi masa depan mereka sendiri. “Kemarin tiga orang yang jadi korban, besok siapa lagi yang ditembak? Kami turun ke jalan karena nyawa kami pun terancam,” lanjutnya.
Kritik terhadap Proses Hukum
Aliansi pelajar bersama Forum Justice for Tobias Silak menyoroti lambannya proses hukum kasus ini. Menurut mereka, penyidikan dan pelimpahan kasus ke kejaksaan memakan waktu hingga delapan bulan, yang dinilai melanggar asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Selain itu, mereka menilai pasal yang digunakan penyidik terlalu ringan. Pelaku hanya dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara, bahkan ada opsi pasal kelalaian (Pasal 359 KUHP) dengan hukuman maksimal 5 tahun.
Massa menilai pasal yang tepat adalah Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. “Kasus ini harus diproses dengan tegas. Jangan lagi ada alasan kelalaian. Ini pembunuhan terencana,” tegas pernyataan aliansi.
Tuntutan kepada Aparat dan Pemerintah
Dalam pernyataan sikapnya, massa mendesak:
1. Pelaku penembakan Tobias Silak dan Naro Tapla segera diadili dengan hukuman seumur hidup.
2. Proses hukum dilakukan secara transparan, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
3. Pemerintah pusat dan DPR RI turut mengawal kasus ini sebagai isu nasional.
Hentikan praktik kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil di Yahukimo dan Papua pada umumnya.
Aliansi pelajar Yahukimo menegaskan bahwa aksi ini akan terus digelar sampai keadilan benar-benar ditegakkan. “Yang berhak mencabut nyawa manusia hanyalah Tuhan, bukan militer atau aparat,” tegas mereka dalam orasi bersama.
Aksi damai di Yahukimo ini menjadi bukti nyata bahwa generasi muda Papua tidak tinggal diam menghadapi ketidakadilan. Dengan suara lantang, mereka menuntut negara hadir memberikan keadilan yang sesungguhnya, bukan sekadar janji.
Sumber : Natan Sama
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 29 September 2025
0 Komentar