Berita Terbaru

6/recent/ticker-posts

Institut USBA Kritik Keppres 110P/2025: Pemerintah Dinilai Langgar Mandat UU Otsus Papua

Jayapura, Olemah.com – Institut USBA melayangkan kritik tajam terhadap Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 110P Tahun 2025 tentang pembentukan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Komite yang diketuai oleh Velix Wanggai ini dinilai tidak memiliki dasar hukum dan arah kelembagaan yang jelas dalam kerangka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.

Menurut Charles Adrian Michael Imbir, Direktur Institut USBA, pembentukan komite baru di luar mandat UU Otsus merupakan anomali kelembagaan dan menunjukkan kebingungan arah politik pembangunan Papua.

“Pemerintah telah melangkah keluar dari pagar hukum. UU Otsus Papua secara tegas hanya memberi mandat pada pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) di bawah Wakil Presiden. Tidak ada klausul yang membuka ruang bagi pembentukan Komite Eksekutif paralel,” tegas Imbir dalam siaran pers yang diterima Kamis (9/10/2025).

Tumpang Tindih Fungsi dan Risiko Inefisiensi

Keppres 110P/2025, menurut USBA, berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi antara BP3OKP dan Komite Eksekutif yang baru dibentuk. Akibatnya, tata kelola Otsus menjadi tidak efisien dan rawan konflik kewenangan.

Institut USBA mencatat tiga dampak utama dari kebijakan ini:

Birokrasi makin kompleks, karena dua lembaga dengan fungsi serupa memperlambat koordinasi.

Inefisiensi anggaran, akibat tumpang tindih program dan pembiayaan.

Konflik kewenangan, karena tidak jelasnya pembagian fungsi antara Komite Eksekutif, BP3OKP, dan pemerintah daerah.

“Kelembagaan Otsus kini seperti rumah dengan banyak pintu tapi tanpa peta. Tiap pemerintahan datang dengan papan nama baru, sementara fondasi tetap rapuh,” sindir Imbir.

Sentralisasi Baru di Bawah Birokrasi Modern

Dari sisi politik, Institut USBA menilai pembentukan Komite Eksekutif ini sebagai bentuk sentralisasi baru di bawah wajah birokrasi modern, bukan desentralisasi substantif sebagaimana amanat Otsus.

Imbir menilai, seluruh proses pembentukan dan pelantikan komite yang dilakukan di Jakarta tanpa melibatkan masyarakat adat dan representasi daerah telah mencederai semangat self-governance Otsus Papua.

“Papua tidak membutuhkan lebih banyak meja di Istana, tetapi ruang keputusan di tanahnya sendiri. Pemerintah masih memandang Papua sebagai objek pengelolaan, bukan subjek pembangunan,” ujar Imbir.

Pelanggaran Prinsip Hukum dan Tata Negara

Secara hukum tata negara, Keppres 110P/2025 disebut tidak sesuai dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan. Pembentukan lembaga baru di luar mandat UU Otsus tanpa revisi Perpres sebelumnya dianggap sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap hukum positif dan menciptakan preseden buruk bagi sistem kelembagaan nasional.

“Setiap kali struktur baru lahir tanpa refleksi kritis atas kinerja yang lama, maka pembangunan hanya menjadi siklus administratif tanpa substansi transformasi sosial,” imbuh Imbir.

Rekomendasi Institut USBA

Dalam pernyataannya, Institut USBA mengajukan tujuh rekomendasi kepada pemerintah:

1. Cabut Keppres No. 110P/2025, karena bertentangan dengan semangat dan arsitektur hukum Otsus.

2. Revisi UU No. 2 Tahun 2021 agar BP3OKP berada langsung di bawah Presiden dan memiliki otoritas lebih kuat.

3. Audit politik dan kelembagaan BP3OKP, mencakup legitimasi sosial dan representasi Orang Asli Papua (OAP).

4. Libatkan MRP dan Musyawarah Besar Adat Papua dalam struktur BP3OKP agar aspirasi masyarakat adat benar-benar terwakili.

5. Hentikan pola sentralisasi berkedok percepatan pembangunan, dan berikan ruang lebih luas kepada pemerintah daerah dan lembaga adat.

6. Bangun Dewan Rakyat Papua Independen yang terdiri dari tokoh adat, agama, perempuan, pemuda, dan akademisi.

7. Prioritaskan keadilan fiskal dan ekologis, bukan sekadar menambah lembaga birokrasi baru.

“Keadilan bagi Papua tidak diukur dari seberapa banyak lembaga dibentuk, tetapi dari seberapa besar rakyat Papua dipercaya untuk menentukan arah hidupnya sendiri,” tandas Imbir.

Komposisi Komite Eksekutif Otsus Papua

Sebagai informasi, Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otsus Papua yang dilantik pada Rabu (8/10/2025) diketuai oleh Velix Wanggai, mantan Penjabat Gubernur Papua Pegunungan.

- Velix akan dibantu sembilan anggota, antara lain:

- John Wempi Wetipo (mantan Wakil Menteri Dalam Negeri),

- Ignatius Yoko Triyono (purnawirawan jenderal, eks Pangdam Cenderawasih),

- Juharson Estrella Sihasale (seniman dan eks caleg Gerindra Papua),

- Paulus Waterpauw (mantan Kapolda Papua),

- Ribka Halik (Wakil Menteri Dalam Negeri),

- Ali Hamdan Bogra (purnawirawan TNI, eks Pangdam Kasuari),

- John Gluba Gebze (mantan Bupati Merauke),

- Yanni (Ketua DPD Gerindra Papua),

- dan Billy Mambrasar (mantan Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi).

Institut USBA menilai, komposisi tersebut mencerminkan dominasi aktor politik dan militer, bukan representasi masyarakat adat dan sipil Papua.


Sumber : satukkanindonesia.com   

Editor : Redaksi Olemah

Website      : www.olemah.com

Diterbitkan : 11 Oktober 2025



Posting Komentar

0 Komentar