Permintaan tersebut disampaikan setelah tim kemanusiaan melakukan investigasi lapangan dan tidak menemukan jasad korban di lokasi kejadian, meski keluarga dan warga telah melakukan pencarian selama beberapa hari.
Kronologi Versi Keluarga Korban
Dalam proses investigasi, tim kemanusiaan bertemu dengan Wina Kerebea (35), ibu korban, yang juga mengalami luka akibat serpihan mortir. Ia menuturkan bahwa pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIT, saat hendak ke kebun, sebuah helikopter melakukan pemantauan dan penyerangan dari udara.
Menurut pengakuannya, saat berusaha melarikan diri, Arestina Giban tertembak dan terjatuh dari bahunya. Wina Kerebea menyatakan anaknya mengalami luka parah di bagian kepala dan meninggal di tempat.
Dalam situasi yang digambarkan sangat tidak terkendali, ia berusaha menyelamatkan anak lainnya yang juga terluka akibat peluru nyasar, lalu kembali mengangkat jasad Arestina dan meletakkannya di badan jalan. Tak lama kemudian, sebuah mortir kembali dijatuhkan dan meledak di dekat lokasi, menyebabkan Wina Kerebea terkena serpihan di paha kanan.
Jasad Tidak Ditemukan
Warga dan keluarga korban melakukan pencarian pada 14–16 Desember 2025, namun jasad Arestina Giban tidak ditemukan. Saat tim kemanusiaan melakukan investigasi lanjutan di tempat kejadian perkara, hasilnya tetap nihil.
Ibu korban juga menunjukkan lokasi kejadian, pakaian korban, serta noken yang digunakan saat kejadian. Hingga kini, Wina Kerebea masih berada dalam proses pemulihan dan tinggal di pengungsian, sementara rumahnya dilaporkan mengalami kerusakan berat.
Dugaan dan Pernyataan Tim Kemanusiaan
Ketua Tim Kemanusiaan Distrik Gearek, Theo Hesegem, menyatakan bahwa tim menduga kuat adanya penghilangan paksa terhadap anak di bawah umur dalam konteks operasi militer tersebut.
“Penembakan terhadap anak berusia 7 tahun dan ibunya yang terkena serpihan mortir adalah tindakan yang tidak profesional dan tidak terukur,” kata Theo Hesegem.
Ia menegaskan bahwa korban merupakan warga sipil, bukan kombatan, dan menekankan pentingnya kepatuhan terhadap Hukum Humaniter Internasional, termasuk perlindungan terhadap anak-anak dan warga sipil.
Dampak Psikologis dan Pengungsian
Hingga 20 Desember 2025, warga Distrik Gearek dan Pasir Putih masih bertahan di pengungsian. Trauma mendalam dan rasa takut disebut menjadi alasan utama warga belum kembali ke kampung halaman mereka.
Tim kemanusiaan menyatakan warga membutuhkan jaminan keamanan agar dapat pulang dan menjalani kehidupan normal, termasuk merayakan Natal di kampung mereka.
Rekomendasi Tim Kemanusiaan
Tim Kemanusiaan Distrik Gearek dan Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) menyampaikan dua tuntutan utama:
Meminta aparat TNI mengungkap dan mengembalikan jasad Arestina Giban kepada keluarga.
Menuntut keadilan bagi keluarga korban, termasuk penyelidikan menyeluruh dan pertanggungjawaban hukum.
Pernyataan ini disampaikan secara resmi di Gearek pada 24 Desember 2025 oleh Tim Kemanusiaan yang terdiri dari unsur DPRK, pemerintah daerah, gereja, tokoh masyarakat, pemuda, dan mahasiswa.
Sumber : Theo Hesegem
Editor : Redaksi Olemah
Website : www.olemah.com
Diterbitkan : 27 Desember 2025

0 Komentar